HOME | STRUKTUR KEPENGURUSAN | PROGRAM KERJA | SEJARAH MASJID | INFORMASI |
Perkembangan Islam di Kabupaten Gianyar, Bali tidak serta merta dimulai di masa moderen ini saja. Namun jauh sebelum berdirinya Negara Indonesia, tepatnya sejak zaman kerajaan baik Kerajaan Gianyar, Kerajaan Keramas dan lainnya.
A. Kedatangan
Islam Di Bali
Terdapat beragam
versi tentang masuknya Islam ke Bali, diantaranya yang popular ialah pada abad
ke XIV ketika Dalem Ketut Ngelesir sebagai Raja Gelgel (1380-1460 Masehi)
pulang dari kunjungan ke Keraton Majapahit dengan mengajak pengiring (pengikut)
sebanyak 40 orang. Yang mana diantaranya adalah Muslim.
Adapula versi lain
misalnya dari Babad Buleleng pada masa I Gusti Ngurah Panji Sakti; di
Karangasem melalui Tulamben; di Air Kuning, Jembrana dengan didirikannya
Kampung Bajo; bahkan Kampung Bugis di Serangan, Denpasar yang merupakan
prajurit Kerajaan Badung.
B.
Kedatangan
Islam Di Kabupaten Gianyar
Di Kabupaten Gianyar
sendiri, terdapat beberapa versi masuknya Islam seperti,
1. Kampung
Islam Sindu Keramas,
Ummat Islam masuk ke Gianyar pada 1856 M [1]. Yaitu saat kembalinya Ida I Gusti Agung Made Moning dari masa pengasingan di Selong, Lombok. Beliau kembali ke Keramas, Blahbatuh dengan para wargi (pengabdi) Muslim.
Menurut Syamsudin, Alm (panglisir wargi Selam Keramas), nama keenam panglisir itu adalah Pekak Rajinah, Pekak Rajab, Pekak Lecir, Pekak Kadun, Pekak Jarum, dan Pekak Mudin. Oleh pihak puri Keramas, mereka ditempatkan di pinggiran (panepi siring) sebagai benteng Desa Keramas yang pada saat itu belum bernama Kampung Sindu.
Terdapat
2 makam Muslim kuno yang dipercaya telah ada jauh sebelum masa kemerdekaan
Republik Indonesia. Yang kini salah satunya sering disebut Makam Keramat Syech
Hasan Banten atau Syaikh Hasan Al-Bantani. Namun belum ada bukti ilmiah dan
bukti autentik baik berupa waktu kejadian atau waktu penguburan serta bukti
riwayat identitas kedua makam tersebut. Adapun latar belakang dan penemuan
kedua makam tersebut hanya berdasar dari kisah mistis dan cerita turun temurun
saja
a. Versi pertama
(cerita keluarga penulis [2] yang diriwayatkan secara turun temurun).
Pada
masa Gianyar masih menganut sistem kerajaan disebutkan sepasang musafir Muslim
yang transit atau menginap di selatan Lapangan dekat Puri Gianyar (Alun - Alun
Gianyar). Dan saat malam ketika melaksanakan Sholat, si Wanita dibunuh dengan
tombak dikarenakan warga setempat mengira si Wanita melakukan praktek ilmu
hitam atau yang lazim pada masa itu disebut leak.
Melihat
istrinya dibunuh, si Pria melawan sehingga terjadi pertumpahan darah di pihak
warga setempat. Sedangkan si Pria tidak terluka sedikitpun. Hingga saat si Pria
sadar telah melukai banyak orang, si Pria pun akhirnya menyerahkan diri. Ia pun
memberi sebuah batu apung yang kemudian digunakan sebagai syarat untuk
mengeksekusi dirinya.
Namun
saat dilempar batu apung, si Pria terlempar hingga daerah Tegal Tugu. Tepatnya
di selatan lapangan Tegal Tugu yang menurut cerita orang – orang dahulu
terdapat cekungan yang sulit untuk diurug. Dan akhirnya dimakamkan di belakang tegalan
rumah milik Pak Dewa (depan Pura Desa). Dan justru si Wanitalah yang dimakamkan
di Banjar Sangging, Gianyar.
Dan
dikisahkan pula pada malam tertentu, warga sekitaran Pasdalem Gianyar sering
mendapati 2 sosok cahaya bulat bertemu di langit kemudian kembali ke 2 makam si
Pria dan Wanita. Bahkan ada pula yang mengisahkan bahwa ada warga setempat yang
hendak memetik kelapa di dekat makam. Malah tidak berani turun karena dibawah
pohon kelapa tersebut berupa lautan lepas. Hingga warga tersebut disuruh
meminta maaf dan minta permisi.
Namun
dalam versi ini tidak terdapat informasi terkait identitas jelas dan waktu kejadian.
b. Versi 2
(cerita dari Bapak M. Suyana dari pak Wayan seorang Bendesa di Kelurahan
Abianbase Gianyar. Dan banyak diceritakan warga Muslim di masa sekarang).
Versi
awal cerita mirip dengan versi 1 yakni pada zaman kerajaan di Gianyar ada
sepasang musafir Muslim yang transit atau menginap di selatan Alun - Alun
Gianyar. Dan saat malam ketika melaksanakan Sholat, si Wanita dibunuh
dikarenakan warga setempat mengira si Wanita melakukan ilmu hitam.
Melihat
istrinya dibunuh, si Pria melawan sehingga terjadi pertumpahan darah di pihak
warga setempat. Sedangkan si pria tidak terluka sedikitpun. Hingga si Pria
sadar telah melukai banyak orang, si Pria pun akhirnya menyerahkan diri untuk
dihukum.
Adapun
si Pria dimakamkan di Banjar Sangging dan makam tersebut dipercaya oleh Bapak
Alm. Abdurahman (Ketua Yappenatim) sebagai sosok bernama Syech Hasan Banten
atau Syaikh Hasan Al-Bantani.
c. Versi 3
(Penerawangan secara spiritual oleh Mustofa Amin)
Berdasarkan
penerawangan secara spiritual atau kontak batin dengan 2 makam yg ada.
Dikatakan bahwa makam di Tegal Tugu tersebut adalah makam seorang Pria bernama
Syech Hasan. Dan beliaupun sempat meminta informasi dari Pak Dewa selaku
pemilik tanah bahwa dulu pada masa Kakek dari Pak Dewa tersebut sering bermimpi
didatangi sosok Pria berjubah putih yang sering meminta agar tempatnya
dibersihkan. Namun kakek Pak Dewa kebetulan tidak tau dimana tepatnya.
Akhirnya
ketika membersihkan tegalan belakang rumahnya, ternyata terdapat gundukan yang
bentuknya tidak wajar. Dan akhirnya mengira bahwa ini adalah makam dari sosok
yang datang di mimpi tersebut. Setelah dibersihkan dan dirawat, Kakek dari Pak
Dewa tidak bermimpi lagi. Disampaikan juga bahwa yang dimakamkan di banjar
Sangging adalah 2 orang.
3. Masjid
Bersejarah Al – Abror dan Makam Islam Banjar di Ketewel, Sukawati
Terdapat
sebuah Masjid di sekitaran Pantai Pabean, Desa Ketewel bernama Masjid Al –
Abror. Tepatnya di Gang Musholla yang tidak terlalu nampak dari jalan. Masjid
ini telah digunakan beberapa generasi sejak keberadaan Ummat Islam di daerah
tersebut [7] hingga sekarang. Dan
telah terdaftar dalam Situs SIMAS Masjid Kemenag dalam kelompok
Masjid Bersejarah.
Terdapat
pula sebuah Komplek Makam Muslim di pinggir pantai Pabean Desa Ketewel,
Sukawati. Namun sedikit sekali informasi yang dapat penulis.
C. Paska
Kemerdekaan
Pada era setelah
kemerdekaan, di kawasan kota sudah terdapat 6 Kepala Keluarga Muslim yang sudah
tinggal menetap dan memiliki tempat tinggal, diantaranya H. Saifuddin
Kamaruddin Lukmanji bermukim di pertokoan barat Puri Gianyar. H. Madrawi dan
Bapak Awi telah masuk ke Gianyar pada 1940 namun masi belum tinggal menetap.
Dan sejak tahun
1950. H. Madrawi dan Bapak Niman telah bermukim di Lingkungan Pasdalem yang
kini menjadi Taman Kanak – Kanak (TK) Kerta Kumara, Jalan Melati Pasdalem dengan diberikan hak guna pakai oleh Puri
Gianyar. Dan Bapak Awi di selatan
Lapangan Astina. Kemudian disusul H.M. Poliman dan Bapak Nijan pada 1952, yang
juga bermukim di Lingkungan Pasdalem. Dan pada 1954 sempat mendirikan Musholla
di kediaman tersebut sebagai sarana ibadah.
Musholla Pasdalem Awal ini masi tetap digunakan oleh sebagian warga Muslim generasi berikutnya, meski Masjid Jami Al-A’la Gianyar telah didirikan. Seiring waktu, warga – warga tersebut membeli tanah sendiri. Sehingga penggunaan tanah tersebut dikembalikan ke pihak Puri Gianyar. Dan kini digunakan sebagai Taman Kanak – Kanak (TK) Kerta Kumara.
Dan sekitar tahun 1980an Lingkungan Pasdalem Kelod makin banyak dihuni oleh ummat Muslim dari Jawa. Hingga mendirikan Musholla Nurul Hikmah.
D. Berdirinya
Masjid Agung Al-A’la Kabupaten Gianyar
Berawal dari wakaf
Bupati Made Kembar Krepun berupa sebidang tanah yang bertempat di desa Serongga,
Gianyar, untuk didirikan sebuah Masjid. Meskipun pada saat itu, umat muslim
yang bermukim hanya sedikit.
Menimbang jauhnya
lokasi pendirian masjid dari pusat kota khususnya pemukiman warga Muslim serta
situasi politik dan keamanan pasca G30S/PKI. Maka Panitia Pendirian Masjid
meminta agar tanah yang diwakafkan oleh Bupati Krepun tersebut, ditukar guling
dengan tanah yang berlokasi di depan Markas Armada Pertahanan Udara Republik
Indonesia (ARHANUD RI) Gianyar (sekarang Yonzipur 18/YKR Gianyar). Mengingat
banyak anggota ARHANUD RI Gianyar yang juga beragama Islam.
Pada tahun 1967 M,
Masjid ini resmi didirikan pada tanah seluas ± 8 are. Dan diberi nama “MASJID
JAMI’ AL – A’LA GIANYAR”.
Adapun para pendirinya yaitu:
H.M.
Poliman (warga
muslim yang sudah menetap di Gianyar dan juga menjabat Ketua Partai NU Cabang
Gianyar saat itu).
H.
Saifudin Kamarudin Lukmanji
(warga muslim yang sudah menetap di Gianyar sekaligus aktifis Muhammadiyah Gianyar),
Letnan
Oka Sukarja (anggota
Arhanud RI Gianyar yang kini pensiun dengan pangkat Kapten dan saat ini tinggal
di Denpasar)
Darwanto (Arhanud RI Gianyar)
Saheran (Guru PNS),
Jahrudin (Kepala Kejaksaan Negeri
Gianyar asal Makassar, sekaligus Ketua Takmir pertama);
Sumito ( sebagai Sekretaris Takmir
pertama) dan
Sumarno (Kepala BRI Gianyar saat itu,
sebagai Bendahara Takmir Pertama).
Pembangunan awal
masjid yang diarsiteki oleh Raden Su’ud ini rampung dalam waktu dua
tahun. Bangunan masjid pertama tidaklah sebesar sekarang, namun hanya sepertiga
dari luas bangunan sekarang.
Seiring dengan
pembangunan masjid, dibentuk pulalah Madrasah Al-Ittihad pada tahun 1969. Namun masih meminjam tempat di TK Bayangkari.
Dan pada tahun 1971, kegiatan madrasah ini sudah berada di bagian belakang masjid.
Sebagai tempat pembelajaran agama Islam.
Pada tahun 1980 juga
dibentuk Panitia Hari Besar Islam yang ketuanya dijabat oleh Bapak Pugo
Santoso.
Pada tahun 1984
dibentuk Remaja Masjid Al-A’la yang digagas oleh: M. Sukandi (putera H.M.
Poliman), Sumariyanto (kini menetap di Madura), H. Sadiran dan Alm. Mustamar
(terakhir menjabat Seksi Kebersihan hingga wafat pada 13 Agustus 2018).
Pada tahun 1992
serambi depan masjid diperluas untuk dapat menampung jamaah. Dan berdasarkan
petunjuk dari Kepala Departemen Agama, maka Masjid Jami Al-A’la berganti nama menjadi Masjid Agung Al-A’la Kabupaten Gianyar.
Dan dibentuk Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Kabupaten Gianyar sebagai
penyelenggara kegiatan hari besar Islam yang mencangkup seluruh wilayah
Kabupaten Gianyar. Yang sebelumnya masih menjadi satu dengan masjid.
Pada tahun 1995
dibentuklah Panitia Renovasi Pembangunan Masjid (yang diketuai oleh Sapto
Widodo dan Sekretaris Drs. H. Sholehuddin Abdul Choliq). Selama Renovasi
Pembangunan Masjid telah tiga kali berganti Ketua Panitia yaitu : dari Sapto
Widodo karena pindah tugas digantikan oleh Drs. Hasanuddin Said, setelah dua
tahun diganti oleh R. Suprayitno dan terakhir jabatan Ketua Panitia dipegang
oleh Drs. H. Teguh Mahargono sedangkan arsiteknya adalah Ir. Bambang Hermanto.
Pada tanggal 6 Juli
1996 dilaksanakan Renovasi Masjid secara total hingga menjadi seperti sekarang,
walau dengan modal sebesar Rp. 25.000.000,00.
Upacara Peletakan Batu Pertama dilaksanakan pada Hari Jum’at oleh Bupati
Gianyar (Tjokorda Gde Budi Suryawan, SH) dan turut disaksikan oleh Muspida
Kabupaten Gianyar dan Ketua MUI Provinsi Bali (yang diwakili oleh Drs.Oentung
Oetomo). Renovasi tersebut diperluas hingga lahan Madrasah di bagian belakang
masjid, sedangkan Madrasah dipindah ke lokasi lain.
Pada tahun 2003 awal,
renovasi telah rampung. Bangunan masjid sudah menjadi tingkat dua dengan
memiliki dua kubah bulat di bagian depan. Namun masih mempertahankan bentuk
asli atap yang bertingkat dua. Kemudian bangunan baru diresmikan oleh Tjokorda
Gde Budi Suryawan, SH yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Gianyar pada
tanggal 9 Februari 2003.
Pada tanggal 10
November 2007, dengan adanya PP No 2 tahun 2007, dibentuklah Panitia
Pensertifikatan tanah masjid bagian belakang.
Pada 23 Januari
2014, dibentuk suatu badan yang menaungi Muallaf yang makin bertambah di
seputaran Gianyar yaitu Himpunan Bina Mualaf Indonesia Kabupaten Gianyar.
Didirikan oleh Sang Ayu Ketut Tantri, Istri Almarhum Bapak Sukari,S.Si yang
menjadi Ketua. Ida Ayu Eka, Istri Bapak Witain yang menjadi Sekretaris. Dan
Puspawati, istri dari Bapak H. M. Yasin dan menjadi Bendahara.
Seiring perkembangan
penduduk Muslim di Gianyar, Masjid yang dulunya masi memiliki banyak ruang
kosong, telah penuh hingga meluber ke jalan, terutama saat pelaksanaan Sholat
Jum’at, maka Dewan Kemakmuran Masjid Agung Al – A’la Kabupaten Gianyar
membentuk Panitia Renovasi dan Pengembangan Bangunan dengan Surat Keputusan
Nomor 3 tahun 2017 tertanggal 22 Februari 2017. Dan hingga kini renovasi sedang
berlangsung.
Sabtu, 3 Februari
2018 dikumpulkanlah jama’ah wanita khususnya ibu – ibu di wilayah Gianyar untuk
membentuk suatu wadah resmi dibawah naungan masjid. Sebagai tindk lanjut Rapat
Pleno pada Ahad 21 Janiari 2018. Terpilih Ibu Wahyuni dari Pasdalem sebagai
Ketua, Khoirunnisak sebagai Sekretaris dan Nur Fadilah sebagai Bendahara.
Dan pimpinan
kepengurusan Dewan Kemakmuran Masjid periode 2019 – 2022 antara lain, Mustasyar dijabat Ustadz Muhammad Hasyim Asy’ari; Ketua Dewan Syuro
dijabat H.Ibnu Atho’illah,ST,MT; Ketua Dewan Tanfidz (Ketua Umum) dijabat Agus
Arianto; Sekretaris Umum dijabat Muhammad Suyana; dan bendahara Umum dijabat
Bapak Munadi.
E. Tempat
Pemakaman Muslim, Kelurahan Beng, Gianyar
Pada tahun 17 Mei 1973,
Warga Muslim yang diwakili oleh DPRD GR Kabupaten Gianyar dari Partai NU yakni
Bapak Misken putra dari Bapak Niman, H.M. Poliman yang juga Ketua Partai NU,
Bapak Siddiq dari Kejaksaan dan Raden Su’ud dari Departemen PU. Memperoleh wakaf
tanah berupa Tempat Pemakaman dari Puri Gianyar yang berlokasi di Kelurahan
Beng, Gianyar[2].
Bertempat di kantor Camat Gianyar, serah terima dari pihak Puri Gianyar juga dihadiri oleh 17 Bendesa Adat se-Kecamatan Gianyar, Camat Gianyar dan Dandim 1616 saat itu. Kemudian Tempat Pemakaman ini dikelola oleh Urusan Pekuburan dan Duka (URPUD) Ummat Islam Kabupaten Gianyar. Dengan Ketua Pertama Bapak Misken
F. Masa Kini
Seiring bertambahnya jumlah penduduk Muslim di Gianyar, kampung - kampung Muslim mulai bermunculan dan Masjid, Musholla serta Lembaga Pendidikan Islam menyebar di penjuru Gianyar.
Beberapa Masjid dan Musholla yang berhasil penulis himpun diantaranya,
1. Masjid Darul Hijrah, Kampung Sindu Keramas;
2. Masjid Bersejarah Al-Abror, Pantai Pabean, Ketewel;
3. Masjid Agung Al-A'la Kabupaten Gianyar;
4. Masjid Nurul Yaqin, Semebaung;
5. Masjid Candra Asri, Batubulan;
6. Masjid Asy-Syuhada, Asrama Yonzipur 18/YKR, Bitera;
7. Musholla Nurul Hikmah, Pasdalem;
8. Musholla Al-Ikhlas, Sukawati;
9. Musholla Al-Amin, Batubulan;
10. Musholla An-Nur Rukun Warga Muslim (RWM) Serongga;
11. Musholla Muallifin, Samplangan;
12. Musholla BTN Loka Serana, Siangan;
13. Musholla Baitullah Tojan Permai, Blahbatuh;
14. Musholla Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (Yappenatim), Samplangan.
15. Gedung Serba Guna (GSG) Ubudiyah, Br. Teges, Peliatan, Ubud;
16. GSG Nur Hidayah, Tegallalang;
17. GSG Yayasan Pendidikan Bintang Sembilan (Yapbis), Perum GSM Kaja, Pering, Blahbatuh;
18. GSG Yayasan Al-Islah, Tedung Sari Damai, Abianbase;
19. GSG Kalimatun Sawa, BTN Multi Permai, Br. Jasri, Desa Belega, Blahbatuh;
20. Ruang Sholat SPBU Saba;
21. Ruang Sholat SPBU Kemenuh;
G. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Gianyar tidak terlepas dari kedatangan umat Muslim itu sendiri. Terdapat dua lembaga yang menjadi perintis seperti Madrasah Al-Ittihad dan Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (YAPPENATIM).
Dimulai pada tahun 1969 seiring dengan pembangunan masjid, dibentuk pulalah Madrasah Al-Ittihad Sebagai tempat pembelajaran agama Islam. Namun madrasah disini ialah sejenis TPQ-MADIN. Dan masih meminjam tempat di TK Bayangkari. Pada tahun 1971, kegiatan madrasah ini sudah berada di bagian belakang Masjid. (saat ini menjadi toilet wanita dan sebagian shof depan Masjid).
Setelah renovasi besar tahun 1996 Madrasah Al-Ittihad di pindah ke lokasi lain dengan kesepakatan akan di ganti dengan lahan milik Masjid sesuai luas tanah dan bangunannya.
Adapun Lembaga Pendidikan Islam Formal di Gianyar dimulai dengan berdirinya Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (YAPPENATIM) di Banjar Sangging, Gianyar (timur SD 3 Gianyar). Dan sebagai Ketua ialah Bapak Drs.H.Muhson Efendi, Sekretaris ialah Bapak Abdurrahman dan Bendahara ialah Drs. Ansori
Hingga kini, lembaga - lembaga pendidikan Islam di Gianyar terus bermunculan dan berkembang. Baik berupa sekolah formal seperti TK IPHI, RA Harapan Bunda Semebaung, RA Khodijah Muslimat NU, MI Al-Itihaj, MI Harapan Bunda Semebaung. Dan lembaga TPQ-MADIN yang ada di pelosok - pelosok seiring munculnya Masjid, Musholla atau Gedung Serba Guna baru.
H. Nara Sumber :
- Tim Peneliti. Sejarah Masuknya Islam di Bali (Denpasar: Bagian Proyek Bimbingan dan dakwah Agama Islam Propinsi Bali, 1997/1998).
- M.Sukandi (Bendahara Masjid Agung Al-A’la Kab. Gianyar 1982-1992, putera dari HM. Poliman)
- Sulaiman, S.Ag (Ketua Takmir 1999-2002)
- Sukisno Suwandi (Sekretaris Takmir 2005-2010)
- H.Abdul Hamid Nasfi (Wakil Ketua Dewan Syuro 2019-2022)
- M. Suyana (Sekretaris MUI Kab. Gianyar 2015-sekarang)
- http://bali.kemenag.go.id/gianyar/berita/11186/kunjungan-kepala-kua-sukawati-ke-masjid-al-abror-ketewel
- Abdul Muhit (Urpud)
- Musthofa Amin
I. Penulis
Penulis
artikel ini adalah Agus Suryadi,S.S. bin M. Sukandi bin H.M. Poliman. Lahir
pada 27 Juni 1990. Penulis merupakan lulusan S1 Sastra Inggris Bidang Minat
Penerjemahan Universitas Terbuka yang juga Ka.Sie Infokom Masjid Agung Al-A’la
Kabupaten Gianyar ini membuat artikel sejarah diatas guna menguatkan identitas
Islam di Kabupaten Gianyar. Serta sebagai referensi dan penyemangat bagi
generasi penerus dakwah Islamiyah di kota seni ini. Penulis membuka dan
menerima masukan, saran, informasi yang bersifat membangun artikel ini. Terutama dalam penyempurnaan dan melengkapi data yang diutamakan memiliki bukti otentik dan ilmiah.