Jumat, 11 November 2022

Mengenang Hari Pahlawan; Senjata Ulama Melawan Penjajah

Foto Pertempuran 10 November 1945

Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, para ulama menjadi tokoh sentral kepemimpinan sekaligus penggerak santri atau masyarakat untuk turut berjuang. Ulama menjadi tokoh yang begitu dihormati baik oleh para santri maupun masyarakat yang mengikutinya. Maka tidak sulit bagi para Ulama untuk mengajak rakyat untuk turut memberontak penjajahan dan membantu merebut kemerdekaan. Mereka membentuk laskar-laskar rakyat untuk mendapat pelatihan militer dan memanggul senjata. Di bawah seruan para ulama, terbentuklah laskar-laskar rakyat seperti Hizbullah, Sabilillah, dan Mujahidin. Masing-masing dari mereka memegang peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan.

Meskipun kontribusi dan jasa para ulama ini sangat amat jarang diperbincangkan, namun tak menutupi bahwa perlawanan untuk melawan penjajahan yang digerakkan para ulama menjadi alat yang sangat kuat dan berbahaya yang digunakan rakyat pribumi pada masa pemerintahan kolonial. Termasuk pada saat perjuangan 10 November 1945 yang dipimpin oleh Bung Tomo dengan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) di Surabaya dimana Bung Tomo menyuarakan orasi pemberontakan terhadap sekutu setelah meminta arahan dari beberapa Ulama. Bahkan disebutkan bahwa Fatwa Resolusi Jihad yang ditulis oleh K.H. Hasyim Asy'ari diterima oleh Bung Tomo beberapa hari sebelum melakukan aksi saat berkunjung ke pesantren dan meminta doa kepada K.H. Hasyim Asy'ari. Resolusi jihad inilah yang membakar semangat juang Arek-arek Surabaya pada 10 November 1945. Sehingga kaum santri dan rakyat bersatu mengusir tentara sekutu dari Kota Pahlawan.

Pertempuran besar yang terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya, benar-benar di luar perkiraan sekutu. Pemimpin sekutu mengira Surabaya bakal takluk dalam tiga hari. Namun, pertempuran sengit itu berlangsung hingga 100 hari. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Ada beberapa catatan penting sebagai refleksi bersama tentang makna Hari Pahlawan. Pertempuran dahsyat 10 November 1945 itu tak bisa lepas dari kejadian-kejadian sebelumnya. Salah satu isi Resolusi Jihad NU adalah mewajibkan bagi umat Islam, untuk mengangkat senjata melawan penjajahan Belanda dan sekutunya yang ingin berkuasa kembali di Indonesia.

Fatwa Resolusi Jihad tersebut, merupakan wujud kecintaan ulama terhadap bangsa ini sekaligus sebagai bentuk komitmen para ulama dan para santri untuk mengisi kemerdekaan Indonesia yang dideklarasikan tiga bulan sebelumnya. Untuk itu, momentum Hari Pahlawan dan Resolusi Jihad harus jadikan refleksi bersama untuk menanamkan rasa nasionalisme pada anak bangsa. Itulah peran signifikan yang dilakukan oleh ulama dalam mewujudkan cita-cita mempertahankan kemerdekaan.

Selasa, 08 November 2022

Fikir Dalam Pandangan Islam

Khotib : Ust. Agus Arianto (Ketua DKM)

Mendengar kata ibadah, kebanyakan orang membayangkan tentang sholat, puasa, haji dan lainnya. Bayangan tersebut tidak sepenuhnya salah. Yang perlu kita ketahui juga ialah ada ibadah yang tidak terlihat seperti tafakur kepada Allah.

Berfikir dapat membedakan antara manusia dan binatang. Karena sehebat apapun binatang tidak mampu menciptakan peradaban agung. Manusia disebut al - insan hayawan natiq (الانسان حيوان ناطق) “manusia adalah binatang yang berfikir”.

Himbauan berfikir banyak sekali disebutkan dalam Al - Qur'an. Dan menegaskan Islam mementingkan fikir. Hilangnya fikir dapat menurunkan derajat seorang insan sebagaimana yamg disebutkan dalam Al - Qur'an Al-A’raf Ayat 179 :

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

Berfikir disini bukan hanya memikirkan bagaimana Allah SWT. Karena kita manusia tidak mampu untuk itu. Tapi yang kita fikirkan adalah ciptaan Allah yang mana menjadi bukti keagungan Allah.

تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللَّهِ ، وَلا تَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ“ (رواه أبو نعيم عن ابن عباس)

Artinya “Berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang (Dzat) Allah” (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas).

Dan juga seperti fenomena alam seperti gerhana bulan kali ini juga terkait dengan Surat Ali ‘Imran Ayat 190 :

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Tatanan benda - benda angkasa bergerak sesuai garis edarnya merupakan Sunnatullah. Yang menunjukkan bahwa Allah itu Maha Kuasa. Sekaligus menunjukkan kelemahan kita dihadapan Allah SWT.

Dirangkum dari Khotbah Sholat Khusuf Qomariyah pada Selasa 8 November 2022 yang dilaksanakan setelah sholat Maghrib berjamaah.