Perkembangan Islam di Kabupaten Gianyar, Bali tidak serta merta dimulai di masa moderen ini saja. Namun jauh sebelum berdirinya Negara Indonesia, tepatnya sejak zaman kerajaan baik Kerajaan Gianyar, Kerajaan Keramas dan lainnya.
A. Kedatangan Islam Di Bali
Terdapat beragam versi tentang masuknya Islam ke Bali, diantaranya yang popular ialah pada abad ke XIV ketika Dalem Ketut Ngelesir sebagai Raja Gelgel (1380-1460 Masehi) pulang dari kunjungan ke Keraton Majapahit dengan mengajak pengiring (pengikut) sebanyak 40 orang. Yang mana diantaranya adalah Muslim.
Adapula versi lain misalnya dari Babad Buleleng pada masa I Gusti Ngurah Panji Sakti; di Karangasem melalui Tulamben; di Air Kuning, Jembrana dengan didirikannya Kampung Bajo; bahkan Kampung Bugis di Serangan, Denpasar yang merupakan prajurit Kerajaan Badung.
B. Kedatangan Islam Di Kabupaten Gianyar
Di Kabupaten Gianyar sendiri, terdapat beberapa versi masuknya Islam seperti,
1. Kampung Islam Sindu Keramas,
Ummat Islam masuk ke Gianyar pada 1856 M [1]. Yaitu saat kembalinya Ida I Gusti Agung Made Moning dari masa pengasingan di Selong, Lombok. Beliau kembali ke Keramas, Blahbatuh dengan para wargi (pengabdi) Muslim.
Menurut Syamsudin, Alm (panglisir wargi Selam Keramas), nama keenam panglisir itu adalah Pekak Rajinah, Pekak Rajab, Pekak Lecir, Pekak Kadun, Pekak Jarum, dan Pekak Mudin. Oleh pihak puri Keramas, mereka ditempatkan di pinggiran (panepi siring) sebagai benteng Desa Keramas yang pada saat itu belum bernama Kampung Sindu.
2. Penemuan 2 Situs Makam Islam Kuno di Desa Tegal Tugu dan Banjar Sangging, Kelurahan Gianyar
Terdapat 2 makam Muslim kuno yang dipercaya telah ada jauh sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia. Yang kini salah satunya sering disebut Makam Keramat Syech Hasan Banten atau Syaikh Hasan Al-Bantani. Namun belum ada bukti ilmiah dan bukti autentik baik berupa waktu kejadian atau waktu penguburan serta bukti riwayat identitas kedua makam tersebut. Adapun latar belakang dan penemuan kedua makam tersebut hanya berdasar dari kisah mistis dan cerita turun temurun saja
a. Versi pertama (cerita keluarga penulis [2] yang diriwayatkan secara turun temurun).
Pada masa Gianyar masih menganut sistem kerajaan disebutkan sepasang musafir Muslim yang transit atau menginap di selatan Lapangan dekat Puri Gianyar (Alun - Alun Gianyar). Dan saat malam ketika melaksanakan Sholat, si Wanita dibunuh dengan tombak dikarenakan warga setempat mengira si Wanita melakukan praktek ilmu hitam atau yang lazim pada masa itu disebut leak.
Melihat istrinya dibunuh, si Pria melawan sehingga terjadi pertumpahan darah di pihak warga setempat. Sedangkan si Pria tidak terluka sedikitpun. Hingga saat si Pria sadar telah melukai banyak orang, si Pria pun akhirnya menyerahkan diri. Ia pun memberi sebuah batu apung yang kemudian digunakan sebagai syarat untuk mengeksekusi dirinya.
Namun saat dilempar batu apung, si Pria terlempar hingga daerah Tegal Tugu. Tepatnya di selatan lapangan Tegal Tugu yang menurut cerita orang – orang dahulu terdapat cekungan yang sulit untuk diurug. Dan akhirnya dimakamkan di belakang tegalan rumah milik Pak Dewa (depan Pura Desa). Dan justru si Wanitalah yang dimakamkan di Banjar Sangging, Gianyar.
Dan dikisahkan pula pada malam tertentu, warga sekitaran Pasdalem Gianyar sering mendapati 2 sosok cahaya bulat bertemu di langit kemudian kembali ke 2 makam si Pria dan Wanita. Bahkan ada pula yang mengisahkan bahwa ada warga setempat yang hendak memetik kelapa di dekat makam. Malah tidak berani turun karena dibawah pohon kelapa tersebut berupa lautan lepas. Hingga warga tersebut disuruh meminta maaf dan minta permisi.
Namun dalam versi ini tidak terdapat informasi terkait identitas jelas dan waktu kejadian.
Suasana Luar Makam Islam Kuno di Banjar Sangging, Gianyar.
b. Versi 2 (cerita dari Bapak M. Suyana dari pak Wayan seorang Bendesa di Kelurahan Abianbase Gianyar. Dan banyak diceritakan warga Muslim di masa sekarang).
Versi awal cerita mirip dengan versi 1 yakni pada zaman kerajaan di Gianyar ada sepasang musafir Muslim yang transit atau menginap di selatan Alun - Alun Gianyar. Dan saat malam ketika melaksanakan Sholat, si Wanita dibunuh dikarenakan warga setempat mengira si Wanita melakukan ilmu hitam.
Melihat istrinya dibunuh, si Pria melawan sehingga terjadi pertumpahan darah di pihak warga setempat. Sedangkan si pria tidak terluka sedikitpun. Hingga si Pria sadar telah melukai banyak orang, si Pria pun akhirnya menyerahkan diri untuk dihukum.
Adapun si Pria dimakamkan di Banjar Sangging dan makam tersebut dipercaya oleh Bapak Alm. Abdurahman (Ketua Yappenatim) sebagai sosok bernama Syech Hasan Banten atau Syaikh Hasan Al-Bantani.
c. Versi 3 (Penerawangan secara spiritual oleh Mustofa Amin)
Berdasarkan penerawangan secara spiritual atau kontak batin dengan 2 makam yg ada. Dikatakan bahwa makam di Tegal Tugu tersebut adalah makam seorang Pria bernama Syech Hasan. Dan beliaupun sempat meminta informasi dari Pak Dewa selaku pemilik tanah bahwa dulu pada masa Kakek dari Pak Dewa tersebut sering bermimpi didatangi sosok Pria berjubah putih yang sering meminta agar tempatnya dibersihkan. Namun kakek Pak Dewa kebetulan tidak tau dimana tepatnya.
Akhirnya ketika membersihkan tegalan belakang rumahnya, ternyata terdapat gundukan yang bentuknya tidak wajar. Dan akhirnya mengira bahwa ini adalah makam dari sosok yang datang di mimpi tersebut. Setelah dibersihkan dan dirawat, Kakek dari Pak Dewa tidak bermimpi lagi. Disampaikan juga bahwa yang dimakamkan di banjar Sangging adalah 2 orang.
3. Masjid Bersejarah Al – Abror dan Makam Islam Banjar di Ketewel, Sukawati
Terdapat sebuah Masjid di sekitaran Pantai Pabean, Desa Ketewel bernama Masjid Al – Abror. Tepatnya di Gang Musholla yang tidak terlalu nampak dari jalan. Masjid ini telah digunakan beberapa generasi sejak keberadaan Ummat Islam di daerah tersebut [7] hingga sekarang.
Diriwayatkan dari Alm. Cokorda Oka yang berasal dari Puri Kantor Ubud bahwa sekitar Tahun 1874 di wilayah Pantai Pabean, Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar, terdapat pelabuhan tradisional yang menjadi tempat persinggahan para nelayan dan pedagang dari Bugis, Sulawesi Selatan [7].
Kaum pedagang membawa kain sutra, sarung, permata dan perhiasan lainnya. Dan para nelayan berlabuh untuk beristirahat maupun memperbaiki kapal. Meskipun saat itu Pantai Pabean masih berupa semak belukar yang tak berpenghuni.
Dikarenakan kondisi saat itu para nelayan dan pedagang kesulitan mencari bahan makanan, mengharuskan mereka untuk tinggal lebih lama. Hal ini kemudian diketahui oleh prajurit Kerajaan Ubud, dan dilaporkan kepada Cokorda (Raja Ubud). Hingga Raja mengutus para punggawa untuk melakukan negosiasi agar pedagang dan nelayan Bugis tersebut membantu Kerajaan Ubud melawan kolonial Belanda.
Kemudian pedagang dan nelayan Bugis tersebut bersedia untuk membantu Kerajaan Ubud menghadapi Kolonial Belanda dan musuh – musuh Kerajaan Ubud. Alhasil, Kerajaan Ubud memperoleh kemenangan gemilang. Raja Ubud pun senang dan bangga atas perjuangan mereka. Sehingga pedagang dan nelayan Bugis tersebut diberi hadiah untuk menempati Pantai Pabean dengan syarat tetap membantu Kerajaan Ubud.
Namun perjalanan kehidupan di masa Kolonial Belanda tidaklah mudah, Belanda terus menggempur Kerajaan Ubud. Belanda pun mengadu domba kerajaan – kerajaan lain di Bali untuk turut menggempur kerajaan Ubud. Namun kuatnya persatuan antara Kerajaan Ubud, rakyat Ubud dan ummat Islam yang merupakan para pedagang dan nelayan dari Bugis tersebut dapat mematahkan serangan – serangan musuh hingga tetes darah penghabisan.
Seiring waktu, dengan bermukimnya pedagang dan nelayan Bugis yang beragama Islam tersebut, maka berkembang dan beranak pinak. Serta turut pula dibangun Masjid sebagai sarana ibadah yang masih eksis hingga saat ini.
Dan dapatkan dalam Situs SIMAS Masjid Kemenag, Masjid ini termasuk dalam kelompok Masjid Bersejarah [8]. Terdapat pula sebuah Komplek Makam Muslim di Pantai Kubur, Banjar Kubur, Desa Ketewel, Sukawati.
C. Paska Kemerdekaan
Pada era setelah kemerdekaan, di kawasan kota sudah terdapat 6 Kepala Keluarga Muslim yang sudah tinggal menetap dan memiliki tempat tinggal, diantaranya H. Saifuddin Kamaruddin Lukmanji bermukim di pertokoan barat Puri Gianyar. H. Madrawi dan Bapak Awi telah masuk ke Gianyar pada 1940 namun masi belum tinggal menetap.
Dan sejak tahun 1950. H. Madrawi dan Bapak Niman telah bermukim di Lingkungan Pasdalem yang kini menjadi Taman Kanak – Kanak (TK) Kerta Kumara, Jalan Melati Pasdalem dengan diberikan hak guna pakai oleh Puri Gianyar. Dan Bapak Awi di selatan Lapangan Astina. Kemudian disusul H.M. Poliman dan Bapak Nijan pada 1952, yang juga bermukim di Lingkungan Pasdalem. Dan pada 1954 sempat mendirikan Musholla di kediaman tersebut sebagai sarana ibadah.
Musholla Pasdalem Awal ini masi tetap digunakan oleh sebagian warga Muslim generasi berikutnya, meski Masjid Jami Al-A’la Gianyar telah didirikan. Seiring waktu, warga – warga tersebut membeli tanah sendiri. Sehingga penggunaan tanah tersebut dikembalikan ke pihak Puri Gianyar. Dan kini digunakan sebagai Taman Kanak – Kanak (TK) Kerta Kumara.
Dan sekitar tahun 1980an Lingkungan Pasdalem Kelod makin banyak dihuni oleh ummat Muslim dari Jawa. Hingga mendirikan Musholla Nurul Hikmah.
D. Berdirinya Masjid Agung Al-A’la Kabupaten Gianyar
Berawal dari wakaf Bupati Made Kembar Krepun berupa sebidang tanah yang bertempat di desa Serongga, Gianyar, untuk didirikan sebuah Masjid. Meskipun pada saat itu, umat muslim yang bermukim hanya sedikit.
Menimbang jauhnya lokasi pendirian masjid dari pusat kota khususnya pemukiman warga Muslim serta situasi politik dan keamanan pasca G30S/PKI. Maka Panitia Pendirian Masjid meminta agar tanah yang diwakafkan oleh Bupati Krepun tersebut, ditukar guling dengan tanah yang berlokasi di depan Markas Armada Pertahanan Udara Ringan (ARHANUDRI) Gianyar (sekarang Yonzipur 18/YKR Gianyar). Mengingat banyak anggota ARHANUDRI Gianyar yang juga beragama Islam.
Pada tahun 1967 M, Masjid ini resmi didirikan pada tanah seluas ± 8 are. Dan diberi nama “MASJID JAMI’ AL – A’LA GIANYAR”.
Adapun para pendirinya yaitu:
H.M. Poliman (warga muslim yang sudah menetap di Gianyar dan juga menjabat Ketua Partai NU Cabang Gianyar saat itu).
H. Saifudin Kamarudin Lukmanji (warga muslim yang sudah menetap di Gianyar sekaligus aktifis Muhammadiyah Gianyar),
Letnan Oka Sukarja (anggota Arhanudri Gianyar yang kini pensiun dengan pangkat Kapten dan saat ini tinggal di Denpasar)
Darwanto (Arhanudri Gianyar)
Saheran (Guru PNS),
Jahrudin (Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar asal Makassar, sekaligus Ketua Takmir pertama);
Sumito ( sebagai Sekretaris Takmir pertama) dan
Sumarno (Kepala BRI Gianyar saat itu, sebagai Bendahara Takmir Pertama).
Pembangunan awal masjid yang diarsiteki oleh Raden Su’ud ini rampung dalam waktu dua tahun. Bangunan masjid pertama tidaklah sebesar sekarang, namun hanya sepertiga dari luas bangunan sekarang.
Seiring dengan pembangunan masjid, dibentuk pulalah Madrasah Al-Ittihad pada tahun 1969. Namun masih meminjam tempat di TK Bayangkari. Dan pada tahun 1971, kegiatan madrasah ini sudah berada di bagian belakang masjid. Sebagai tempat pembelajaran agama Islam.
Pada tahun 1980 juga dibentuk Panitia Hari Besar Islam yang ketuanya dijabat oleh Bapak Pugo Santoso.
Pada tahun 1984 dibentuk Remaja Masjid Al-A’la yang digagas oleh: M. Sukandi (putera H.M. Poliman), Sumariyanto (kini menetap di Madura), H. Sadiran dan Alm. Mustamar (terakhir menjabat Seksi Kebersihan hingga wafat pada 13 Agustus 2018).
Pada tahun 1992 serambi depan masjid diperluas untuk dapat menampung jamaah. Dan berdasarkan petunjuk dari Kepala Departemen Agama, maka Masjid Jami Al-A’la berganti nama menjadi Masjid Agung Al-A’la Kabupaten Gianyar. Dan dibentuk Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Kabupaten Gianyar sebagai penyelenggara kegiatan hari besar Islam yang mencangkup seluruh wilayah Kabupaten Gianyar. Yang sebelumnya masih menjadi satu dengan masjid.
Pada tahun 1995 dibentuklah Panitia Renovasi Pembangunan Masjid (yang diketuai oleh Sapto Widodo dan Sekretaris Drs. H. Sholehuddin Abdul Choliq). Selama Renovasi Pembangunan Masjid telah tiga kali berganti Ketua Panitia yaitu : dari Sapto Widodo karena pindah tugas digantikan oleh Drs. Hasanuddin Said, setelah dua tahun diganti oleh R. Suprayitno dan terakhir jabatan Ketua Panitia dipegang oleh Drs. H. Teguh Mahargono sedangkan arsiteknya adalah Ir. Bambang Hermanto.
Pada tanggal 6 Juli 1996 dilaksanakan Renovasi Masjid secara total hingga menjadi seperti sekarang, walau dengan modal sebesar Rp. 25.000.000,00. Upacara Peletakan Batu Pertama dilaksanakan pada Hari Jum’at oleh Bupati Gianyar (Tjokorda Gde Budi Suryawan, SH) dan turut disaksikan oleh Muspida Kabupaten Gianyar dan Ketua MUI Provinsi Bali (yang diwakili oleh Drs.Oentung Oetomo). Renovasi tersebut diperluas hingga lahan Madrasah di bagian belakang masjid, sedangkan Madrasah dipindah ke lokasi lain.
Pada tahun 2003 awal, renovasi telah rampung. Bangunan masjid sudah menjadi tingkat dua dengan memiliki dua kubah bulat di bagian depan. Namun masih mempertahankan bentuk asli atap yang bertingkat dua. Kemudian bangunan baru diresmikan oleh Tjokorda Gde Budi Suryawan, SH yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Gianyar pada tanggal 9 Februari 2003.
Pada tanggal 10 November 2007, dengan adanya PP No 2 tahun 2007, dibentuklah Panitia Pensertifikatan tanah masjid bagian belakang.
Pada 23 Januari 2014, dibentuk suatu badan yang menaungi Muallaf yang makin bertambah di seputaran Gianyar yaitu Himpunan Bina Mualaf Indonesia Kabupaten Gianyar. Didirikan oleh Sang Ayu Ketut Tantri, Istri Almarhum Bapak Sukari,S.Si yang menjadi Ketua. Ida Ayu Eka, Istri Bapak Witain yang menjadi Sekretaris. Dan Puspawati, istri dari Bapak H. M. Yasin dan menjadi Bendahara.
Seiring perkembangan penduduk Muslim di Gianyar, Masjid yang dulunya masi memiliki banyak ruang kosong, telah penuh hingga meluber ke jalan, terutama saat pelaksanaan Sholat Jum’at, maka Dewan Kemakmuran Masjid Agung Al – A’la Kabupaten Gianyar membentuk Panitia Renovasi dan Pengembangan Bangunan dengan Surat Keputusan Nomor 3 tahun 2017 tertanggal 22 Februari 2017. Dan hingga kini renovasi sedang berlangsung.
Sabtu, 3 Februari 2018 dikumpulkanlah jama’ah wanita khususnya ibu – ibu di wilayah Gianyar untuk membentuk suatu wadah resmi dibawah naungan masjid. Sebagai tindk lanjut Rapat Pleno pada Ahad 21 Janiari 2018. Terpilih Ibu Wahyuni dari Pasdalem sebagai Ketua, Khoirunnisak sebagai Sekretaris dan Nur Fadilah sebagai Bendahara.
Dan pimpinan kepengurusan Dewan Kemakmuran Masjid periode 2019 – 2022 antara lain, Mustasyar dijabat Ustadz Muhammad Hasyim Asy’ari; Ketua Dewan Syuro dijabat H.Ibnu Atho’illah,ST,MT; Ketua Dewan Tanfidz (Ketua Umum) dijabat Agus Arianto; Sekretaris Umum dijabat Muhammad Suyana; dan bendahara Umum dijabat Bapak Munadi. Yang dilanjutkan pada periode kedua dalam masa jabatan 2022-2026
G. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Gianyar tidak terlepas dari kedatangan umat Muslim itu sendiri. Terdapat dua lembaga yang menjadi perintis seperti Madrasah Al-Ittihad dan Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (YAPPENATIM).
Dimulai pada tahun 1969 seiring dengan pembangunan masjid, dibentuk pulalah Madrasah Al-Ittihad Sebagai tempat pembelajaran agama Islam. Namun madrasah disini ialah sejenis TPQ-MADIN. Dan masih meminjam tempat di TK Bayangkari. Pada tahun 1971, kegiatan madrasah ini sudah berada di bagian belakang Masjid. (saat ini menjadi toilet wanita dan sebagian shof depan Masjid).
Setelah renovasi besar tahun 1996 Madrasah Al-Ittihad di pindah ke lokasi lain dengan kesepakatan akan di ganti dengan lahan milik Masjid sesuai luas tanah dan bangunannya.
Adapun Lembaga Pendidikan Islam Formal di Gianyar dimulai dengan berdirinya Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (YAPPENATIM) di Banjar Sangging, Gianyar (timur SD 3 Gianyar). Dan sebagai Ketua ialah Bapak Drs.H.Muhson Efendi, Sekretaris ialah Bapak Abdurrahman dan Bendahara ialah Drs. Ansori
Hingga kini, lembaga - lembaga pendidikan Islam di Gianyar terus bermunculan dan berkembang. Baik berupa sekolah formal seperti TK IPHI, RA Harapan Bunda Semebaung, RA Khodijah Muslimat NU, MI Al-Itihaj, MI Harapan Bunda Semebaung. Dan lembaga TPQ-MADIN yang ada di pelosok - pelosok seiring munculnya Masjid, Musholla atau Gedung Serba Guna baru.
Pada tahun 17 Mei 1973, Warga Muslim yang diwakili oleh DPRD GR Kabupaten Gianyar dari Partai NU yakni Bapak Misken putra dari Bapak Niman, H.M. Poliman yang juga Ketua Partai NU, Bapak Siddiq dari Kejaksaan dan Raden Su’ud dari Departemen PU. Memperoleh wakaf tanah berupa Tempat Pemakaman dari Puri Gianyar yang berlokasi di Kelurahan Beng, Gianyar[2].
Bertempat di kantor Camat Gianyar, serah terima dari pihak Puri Gianyar juga dihadiri oleh 17 Bendesa Adat se-Kecamatan Gianyar, Camat Gianyar dan Dandim 1616 saat itu. Kemudian Tempat Pemakaman ini dikelola oleh Urusan Pekuburan dan Duka (URPUD) Ummat Islam Kabupaten Gianyar. Dengan Ketua Pertama Bapak Misken
F. Masa Kini
Seiring bertambahnya jumlah penduduk Muslim di Gianyar, kampung - kampung Muslim mulai bermunculan dan Masjid, Musholla serta Lembaga Pendidikan Islam menyebar di penjuru Gianyar.
Beberapa Masjid dan Musholla yang berhasil penulis himpun diantaranya,
1. Masjid Darul Hijrah, Kampung Sindu Keramas;
2. Masjid Bersejarah Al-Abror, Pantai Pabean, Ketewel;
3. Masjid Agung Al-A'la Kabupaten Gianyar;
4. Masjid Nurul Yaqin, Semebaung;
5. Masjid Candra Asri, Batubulan;
6. Masjid Asy-Syuhada, Asrama Yonzipur 18/YKR, Bitera;
7. Musholla Nurul Hikmah, Pasdalem;
8. Musholla Al-Ikhlas, Sukawati;
9. Musholla Al-Amin, Batubulan;
10. Musholla An-Nur Rukun Warga Muslim (RWM) Serongga;
11. Musholla Muallifin, Samplangan;
12. Musholla BTN Loka Serana, Siangan;
13. Musholla Baitullah Tojan Permai, Blahbatuh;
14. Musholla Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (Yappenatim), Samplangan.
15. Musholla Darul Muzakki, Gianyar
16. Musholla Pasar Umim Gianyar
17. Musholla Poliklinik RSUD Sanjiwani
18. Musholla RSU Payangan
19. Musholla Mall Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Gianyar.
20. Musholla Al - Ikhlas RSU Ari Çanti Ubud
21. Gedung Serba Guna (GSG) Ubudiyah, Br. Teges, Peliatan, Ubud;
22. GSG Nur Hidayah, Tegallalang;
23. GSG Yayasan Pendidikan Bintang Sembilan (Yaspbis), Perum GSM Kaja, Pering, Blahbatuh;
24. GSG Yayasan Al-Islah, Tedung Sari Damai, Abianbase;
25. GSG Kalimatun Sawa, BTN Multi Permai, Br. Jasri, Desa Belega, Blahbatuh;
26. Gedung Aula Luhur LDII, Jl Raya Silungan Ubud
27. Ruang Sholat SPBU Saba;
28. Ruang Sholat SPBU Kemenuh;
G. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Gianyar tidak terlepas dari kedatangan umat Muslim itu sendiri. Terdapat dua lembaga yang menjadi perintis seperti Madrasah Al-Ittihad dan Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (YAPPENATIM).
Dimulai pada tahun 1969 seiring dengan pembangunan masjid, dibentuk pulalah Madrasah Al-Ittihad Sebagai tempat pembelajaran agama Islam. Namun madrasah disini ialah sejenis TPQ-MADIN. Dan masih meminjam tempat di TK Bayangkari. Pada tahun 1971, kegiatan madrasah ini sudah berada di bagian belakang Masjid. (saat ini menjadi toilet wanita dan sebagian shof depan Masjid).
Setelah renovasi besar tahun 1996 Madrasah Al-Ittihad di pindah ke lokasi lain dengan kesepakatan akan di ganti dengan lahan milik Masjid sesuai luas tanah dan bangunannya.
Adapun Lembaga Pendidikan Islam Formal di Gianyar dimulai dengan berdirinya Yayasan Penolong Pendidikan Anak Yatim dan Miskin (YAPPENATIM) di Banjar Sangging, Gianyar (timur SD 3 Gianyar). Dan sebagai Ketua ialah Bapak Drs.H.Muhson Efendi, Sekretaris ialah Bapak Abdurrahman dan Bendahara ialah Drs. Ansori
Hingga kini, lembaga - lembaga pendidikan Islam di Gianyar terus bermunculan dan berkembang. Baik berupa sekolah formal seperti TK IPHI, RA Harapan Bunda Semebaung, RA Khodijah Muslimat NU, MI Al-Itihaj, MI Harapan Bunda Semebaung. Dan lembaga TPQ-MADIN yang ada di pelosok - pelosok seiring munculnya Masjid, Musholla atau Gedung Serba Guna baru.
Dan pada Selasa 27 Agustus 2024 dilaksanakan serah terima ijin operasional MTs Murobbi yang digagas oleh H. Ibnu Atho'illah,ST,MT dan H. Dedek Arimbara,S.H. yang berlokasi di Gedung LP2B Gianyar
H. Nara Sumber :
- Tim Peneliti. Sejarah Masuknya Islam di Bali (Denpasar: Bagian Proyek Bimbingan dan dakwah Agama Islam Propinsi Bali, 1997/1998).
- M.Sukandi (Bendahara Masjid Agung Al-A’la Kab. Gianyar 1982-1992, putera dari HM. Poliman)
- Sulaiman, S.Ag (Ketua Takmir 1999-2002)
- Sukisno Suwandi (Sekretaris Takmir 2005-2010)
- H.Abdul Hamid Nasfi (Wakil Ketua Dewan Syuro 2019-2022)
- M. Suyana (Sekretaris MUI Kab. Gianyar 2015-sekarang)
- Syamsul Ma’arif (Ketua Takmir Masjid Al Abror Ketewel) dari A2015-sekarang
- http://bali.kemenag.go.id/gianyar/berita/11186/kunjungan-kepala-kua-sukawati-ke-masjid-al-abror-ketewel
- Abdul Muhit (Urpud)
- Musthofa Amin
- Drs. H. Ansori (Bendahara YAPPENATIM)
I. Penulis
Penulis artikel ini adalah Agus Suryadi,S.S. bin M. Sukandi bin H.M. Poliman. Lahir pada 27 Juni 1990. Penulis merupakan lulusan S1 Sastra Inggris Bidang Minat Penerjemahan Universitas Terbuka yang juga Ka.Sie Infokom Masjid Agung Al-A’la Kabupaten Gianyar ini membuat artikel sejarah diatas guna menguatkan identitas Islam di Kabupaten Gianyar. Serta sebagai referensi dan penyemangat bagi generasi penerus dakwah Islamiyah di kota seni ini. Penulis membuka dan menerima masukan, saran, informasi yang bersifat membangun artikel ini. Terutama dalam penyempurnaan dan melengkapi data yang diutamakan memiliki bukti otentik dan ilmiah.
Lihat Pula :PROSEDUR MASUK ISLAM | SEJARAH ISLAM GIANYAR | YOUTUBE |
Semoga kedepan bisa menginformasikan sejarah sejarah Masjid & Musholla yang ada di Kabupaten Gianyar khususnya.
BalasHapusإن شاء الله
BalasHapusSemoga dimudahkan dan dilancarkan