Sabtu, 04 Februari 2017

Bahaya Laten Hari Valentine

A W A S !!!

BAHAYA LATEN HARI VALENTINE




Boleh jadi tanggal 14 Februari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. 

Itulah hari valentine (valentine’s day), sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fo-kus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, teru-tama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasana valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.

Sejarah Hari Valentine

Valentine’s Day memiliki sejarah panjang yang erat berhubungan dengan masyarakat Romawi kuno dan Nasrani. Menurut satu versi, kata valentine sendiri diambil dari seorang pendeta (pelayan Tuhan) yang bernama Santo Valentinus. Dialah orang yang berani menolak kebijakan Kaisar Romawi Claudius melarang pernikahan dan pertunangan.

Pelarangan ini berawal dari kesulitan pemerintahan Romawi mere-krut pemuda dan para pria sebagai pasukan perang. Sang Kaisar me-nganggap kesulitan ini berasal dari keengganan mereka meninggalkan kekasih, istri dan keluarganya. Oleh karenanya, Sang Kaisar mengeluarkan peraturan melarang pernika-han, karena pernikahan dianggap sebagai salah satu penghambat perkembangan politik Romawi. Peraturan ini kemudian ditolak oleh Santo Valentinus sehingga ia dihukum mati pada tanggal 14 Februari 270 M.

Agar lebih mendekatkan lagi kepa-da ajaran Nasrani, pada tahun 496 M, Paus Gelasius I memasukkan upacara ritual Romawi Kuno Lupercalia (ritual persembahan untuk Dewa Kesuburan) ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak saat itu, secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Saint  Valentine’s  Day.

Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno.


Hukum Merayakan Hari Valentine

Kemajuan teknologi informasi mampu meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu. Hingga berbagai budaya itu dianggap milik bersama. Maka banyak sekali kaum muslim yang ikut memeriahkan hari valentine dengan berbagai tradisinya.

Keinginan untuk ikut-ikutan (meniru) memang selalu ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Padahal Rasulullah SAW telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam, seba-gaimana Sabda Rasulullah SAW : “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. Abi Daud).

Maka dari itu, alangkah baiknya, bagi kaum muslimin (khususnya yang sering berinteraksi dengan kaum nasrani) harus berhati-hati, karena bisa saja terjatuh dalam kekufuran apabila dia salah meletakkan niat (maksud hatinya), sebagaimana dijelaskan dalam Bughyatul Mustarsyidiin sebagai berikut:

  1. Apabila seorang muslim yang mempergunakan perhiasan / asesoris seperti yang digunakan kaum non muslim dan terbersit dihatinya kekaguman pada agama mereka dan timbul rasa ingin meniru (gaya) mereka, maka muslim tersebut bisa dianggap kufur. Apalagi jikalau muslim itu sengaja menemani mereka ke tempat peribadatannya.
  2. Apabila dalam hati muslim itu ada keinginan untuk meniru model perayaan mereka, tanpa disertai kekaguman atas agama mereka, hal itu terbilang sebagai dosa (tidak sampai kufur).
  3. Dan apabila muslim itu meniru gaya mereka tanpa ada maksud apa-apa (hanya sekedar ikut-ikutan) maka hukumnya makruh.

Semangat Zina dalam Valentine

Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa nasrani dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan menga-tasnamakan semangat cinta kasih sayang. Dalam semangat hari valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Na’udzubillahi min dzalik.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menghimbau umat Islam untuk tidak merayakan hari valentine. Larangan ini dikeluarkan menyusul banyaknya penyalahgunaan tentang perayaan hari valentine oleh kaum remaja dan pemuda. Jika dilihat sejarahnya, Hari Valentine jelas tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama dan nilai-nilai budaya Islam bahkan asalnya dari budaya Barat. Oleh karena itu sangatlah wajar bila ada imbauan (fatwa) HARAM bagi generasi muda-mudi muslim atau umat Islam untuk merayakan hari valentine.
Penutup
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari kesyirikan, ritual nasrani, pemborosan dan perzinaan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang di-agung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.

Oleh karena itu, kaum muslimin tidak boleh (haram) ikut-ikutan merayakan hari valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut, karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan.

Pembaca sekalian, terlepas dari itu semua, satu yang harus diingat bahwa marilah kita menjadi diri kita sendiri. Orang Islam harus bangga dengan identitas keislamannya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan budaya dan agama orang lain. @simbah


Referensi :

1.    Bughyatul Mustarsyidiin I/528
2.    Ensiklopedia katolik, Santo Valentinus
3.    Fikih Progresif, Jilid I, Hal 1066
4.    Fiqh Realitas, BAB IV, hal 252
5.    Santri Salaf Menjawab, BAB 64, Hal 941
6.    Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia  bebas. Lihat Hari Kasih Sayang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar