BAHAYA LATEN HARI VALENTINE
Boleh jadi tanggal 14 Februari setiap tahunnya merupakan
hari yang ditunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai
belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk
mengungkapkan rasa kasih sayang.
Itulah hari valentine (valentine’s day), sebuah hari di mana
orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fo-kus untuk mengungkapkan rasa
kasih sayang. Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia
Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, teru-tama
dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink,
ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya,
menyemarakkan suasana valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja
muslim sekali pun.
Sejarah Hari Valentine
Valentine’s Day memiliki sejarah panjang yang erat
berhubungan dengan masyarakat Romawi kuno dan Nasrani. Menurut satu versi, kata
valentine sendiri diambil dari seorang pendeta (pelayan Tuhan) yang bernama
Santo Valentinus. Dialah orang yang berani menolak kebijakan Kaisar Romawi
Claudius melarang pernikahan dan pertunangan.
Pelarangan ini berawal dari kesulitan pemerintahan Romawi mere-krut pemuda dan
para pria sebagai pasukan perang. Sang Kaisar me-nganggap kesulitan ini berasal
dari keengganan mereka meninggalkan kekasih, istri dan keluarganya. Oleh
karenanya, Sang Kaisar mengeluarkan peraturan melarang pernika-han, karena
pernikahan dianggap sebagai salah satu penghambat perkembangan politik Romawi.
Peraturan ini kemudian ditolak oleh Santo Valentinus sehingga ia dihukum mati
pada tanggal 14 Februari 270 M.
Agar lebih mendekatkan lagi kepa-da ajaran Nasrani, pada tahun 496 M, Paus
Gelasius I memasukkan upacara ritual Romawi Kuno Lupercalia (ritual persembahan
untuk Dewa Kesuburan) ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak saat itu, secara
resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Saint
Valentine’s Day.
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya
bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada
kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani
secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno.
Hukum Merayakan Hari Valentine
Kemajuan teknologi informasi mampu meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu.
Hingga berbagai budaya itu dianggap milik bersama. Maka banyak sekali kaum
muslim yang ikut memeriahkan hari valentine dengan berbagai tradisinya.
Keinginan untuk ikut-ikutan (meniru) memang selalu ada dalam diri manusia, akan
tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda
dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Padahal Rasulullah SAW telah
melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam, seba-gaimana Sabda
Rasulullah SAW : “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum
tersebut.” (HR. Abi Daud).
Maka dari itu, alangkah baiknya, bagi kaum muslimin (khususnya yang sering
berinteraksi dengan kaum nasrani) harus berhati-hati, karena bisa saja terjatuh
dalam kekufuran apabila dia salah meletakkan niat (maksud hatinya), sebagaimana
dijelaskan dalam Bughyatul Mustarsyidiin sebagai berikut:
- Apabila seorang muslim yang mempergunakan perhiasan / asesoris seperti yang
digunakan kaum non muslim dan terbersit dihatinya kekaguman pada agama mereka
dan timbul rasa ingin meniru (gaya) mereka, maka muslim tersebut bisa dianggap
kufur. Apalagi jikalau muslim itu sengaja menemani mereka ke tempat
peribadatannya.
- Apabila dalam hati muslim itu ada keinginan untuk meniru model perayaan
mereka, tanpa disertai kekaguman atas agama mereka, hal itu terbilang sebagai
dosa (tidak sampai kufur).
- Dan apabila muslim itu meniru gaya mereka tanpa ada maksud apa-apa (hanya
sekedar ikut-ikutan) maka hukumnya makruh.
Semangat Zina dalam Valentine
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami
pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa
dan mitologi sesat, kemudian di masa nasrani dijadikan bagian dari simbol
perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas
muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar
hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan
menga-tasnamakan semangat cinta kasih sayang. Dalam semangat hari valentine
itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan
agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan
hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh.
Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Padahal kasih sayang
yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Na’udzubillahi min dzalik.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menghimbau umat Islam untuk tidak merayakan
hari valentine. Larangan ini dikeluarkan menyusul banyaknya penyalahgunaan
tentang perayaan hari valentine oleh kaum remaja dan pemuda. Jika dilihat
sejarahnya, Hari Valentine jelas tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama
dan nilai-nilai budaya Islam bahkan asalnya dari budaya Barat. Oleh karena itu
sangatlah wajar bila ada imbauan (fatwa) HARAM bagi generasi muda-mudi muslim
atau umat Islam untuk merayakan hari valentine.
Penutup
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari kesyirikan, ritual nasrani, pemborosan dan perzinaan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang di-agung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.
Oleh karena itu, kaum muslimin tidak boleh (haram) ikut-ikutan merayakan hari
valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari valentine, juga tidak boleh
membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak,
dan mensponsori acara tersebut, karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa
dan kemaksiatan.
Pembaca sekalian, terlepas dari itu semua, satu yang harus diingat bahwa
marilah kita menjadi diri kita sendiri. Orang Islam harus bangga dengan
identitas keislamannya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan
ikut-ikutan budaya dan agama orang lain. @simbah
Referensi :
1. Bughyatul Mustarsyidiin I/528
2. Ensiklopedia katolik, Santo Valentinus
3. Fikih Progresif, Jilid I, Hal 1066
4. Fiqh Realitas, BAB IV, hal 252
5. Santri Salaf Menjawab, BAB 64, Hal 941
6. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Lihat Hari Kasih Sayang